Bacaan I : Kejadian 32:22-31
Mazmur Tanggapan : Mazmur 121
Bacaan II : 2 Timotius 3:14-4:5
Bacaan Injil : Lukas 18:1-8
Setiap orang tua mungkin pernah mengalami anak merengek, entah karena minta mainan, atau minta dibelikan gawai, atau minta jalan-jalan ke tempat yang diinginkan. Kadang orang tua merasa risi dengan anak yang merengek, minta berulangulang bahkan memaksa, apalagi dilakukan di depan umum. Karena itu, biasanya pada ak hirnya orang tua akan mengalah. Namun, ada juga orang tua yang kuat adu ketahanan mental dengan anaknya, sampai akhirnya sang anak yang menyerah atau menangis sampai lelah. Itu semua bisa terjadi dalam kehidupan keluarga: adu kuat mental, merengek, atau menahan diri.
Berkaca dari pengalaman-pengalaman itu, sadarkah kita bahwa kita kadang bersikap seperti anak kecil yang merengek ketika berdoa kepada Tuhan? Kita meminta apa yang kita inginkan secara berulang-ulang kepada Tuhan, dengan dalih tekun berdoa. Padahal, sebenarnya kita sedang memaksakan kehendak kita kepada Tuhan. Ada sebuah lelucon yang menggambarkan ini, tentang doa minta jodoh, demikian: "Ya Tuhan, jika dia memang jodohku, jodohkanlah. Kalau dia bukan jodohku, jodohkanlah. Jika dia tidak berjodoh denganku, jadikanlah kami jodoh. Kalau dia bukan jodohku, jangan sampai dia berjodoh dengan yang lain. Kalau dia berjodoh dengan orang lain, putuskanlah dan jodohkan dengan aku." Ada pula orang sakit yang minta disembuhkan oleh Tuhan. Ketika sakitnya tidak kunjung sembuh, makin kencanglah doanya, karena kata orang, "Kalau tidak sembuh berarti kurang iman". Akhirnya, doa yang meminta cenderung jadi memaksa Tuhan. Di balik "jadilah kehendakMu", sebenarnya ada keinginan agar “jadilah kehendakku".
Minggu ini, bacaan leksionari berfokus pada ketekunan saat berdoa dan meminta kepada Tuhan. Bertekun dalam doa bukanlah untuk merengek meminta Allah mengabulkan doa kita, melainkan menjadi cara kita menjaga relasi dengan Allah di tengah pergumulan kita. Tekun berdoa men- jadi cara kita untuk menerima keberadaan diri dan mengenal kehendak Allah, serta mengalami pendewasaan dalam menerima kehendak Allah yang mungkin tidak sesuai kehendak kita, dengan tetap bersyukur karena kehendak-Nyalah yang terbaik.
(Disadur dari Buku Dian Penuntun Edisi 40)








