Hidup kita seringkali tampak seperti tas plastik yang kelebihan “barang” yang suatu saat bisa robek. Tatkala kesibukan dalam keluarga, studi, pekerjaan, hobby bahkan pelayanan di dalam gereja membuat jadi stress. Hal itu memuncak ketika kesibukan-kesibukan itu dipicu oleh rasa “deg deg-kan”, cemas, kuatir akan kegagalan, akan janji yang mungkin terlewat, akan target yang tidak tercapai, akan kesempatan yang hilang, akan keadaan rugi, akan kehilangan teman atau akan ditinggalkan orang yang kita kasihi, akan disingkirkan dari lingkungan, akan kehilangan pekerjaan, dan masih banyak lagi kecemasan lainnya.
Pemicu lainnya yang membuat seorang makin super-super sibuk dan stres adalah rasa tidak puas. Tidak puas dengan hasil yang dicapai, tidak puas dengan apa yang sudah ia miliki, tidak puas dengan proyek-proyek yang sedang ia kerjakan, yang intinya seorang di dorong ingin memiliki lebih dan lebih. Pada intinya orang semakin didorong untuk hanya memikirkan kebutuhan untuk dirinya sendiri. Hal itu membuat orang jarang (tidak pernah) mengarah pada pemikiran mendalam tentang asal dan tujuan hidup kita. Orang menjadi jauh dari Tuhan dan kehilangan spirit Tuhan dalam hidupnya, yaitu bagaimana tiap orang semestinya membangun kehidupan bersama seperti yang digambarkan dalam Lukas 3:10-14, yaitu mewujudkan keadilan, damai dan sukacita bersama.
Yohanes Pembaptis bertugas memanggil semua orang untuk bertobat. Artinya orang diajak memutar haluan hidupnya yang hanya memenuhi segala keinginannya, ke arah hidup yang mengarah pada perjalanan pembaharuan, yaitu ke Kerajaan Allah. Baptisan Yohanes adalah tindakan ritual yang mengungkapkan kesediaan setiap orang Yahudi untuk bergabung dengan gerakan pembaharuan tersebut (dalam pengertian ‘rohani’ perubahan hidup atau pertobatan). Seperti: orang yang mencuri tidak lagi mencuri, yang malas beribadah kini tekun beribadah, yang menahan rejeki untuk sesama kini suka berbagi, dan lain sebagainya. Juga dalam pengertian politis (membangun tatanan hidup bersama), mewujudkan sebuah tatanan pemerintahan yang mampu mengatur kehidupan yang adil, damai dan penuh sukacita.
Sebagai umat-Nya, kita harus menghayati diri kita sebagai utusan Allah untuk pembawa kabar baik. Kita dipanggil untuk berani dan terlibat dalam menyuarakan upaya-upaya memperjuangkan hadirnya damai dimana kita hidup. Kita harus tetap menjadi bagian dari umat Allah yang berjuang bersama Allah mewujudkan sebuah tatanan pemerintahan yang mampu mengatur kehidupan yang adil, damai dan penuh sukacita. Dari sikap ini diharapkan adanya pembaharuan kehidupan bersama, yaitu sebuah ketaatan hidup kepada Allah dan mewujudnya kehidupan yang adil dan damai.
Selamat Mewujudkan Damai Sejahtera Allah di Bumi Pancasila.
(PAC)
*) Disadur dari bahan MAN-LPPS 2018








