Bacaan I : Amos 8:4-7
Mazmur Tanggapan: Mazmur 113
Bacaan II : 1 Timotius 2:1-7
Bacaan Injil : Lukas 16:1-13
Hati-hati, jangan terlalu baik, kebaikanmu bisa dimanfaatkan orang; berbuat baik itu pakai hikmat, biar gak dibodohin orang." Kalimat tersebut tentu sudah sering terdengar. Bahkan, tak jarang menggoyahkan seseorang saat sedang atau akan berbuat kebaikan. Sebagian tetap berbuat baik meski tahu orang lain memanfaatkan kebaikannya, sebagian lainnya memilih berhenti berbuat baik saat tahu kebaikan hatinya dimanfaatkan. Jika kita telusuri lebih jauh, selain fenomena kebaikan yang bisa dimanfaatkan orang lain, ada juga fenomena lain yang tak kalah menarik, yaitu memperalat kebaikan.
Ada beragam bentuknya, misalnya menggunakan kebaikan untuk membelenggu supaya orang lain merasa punya utang budi, melakukan kebaikan untuk menutupi kejahatan/kebusukan, memanfaatkan hal baik untuk menindas dan memperlakukan sesama dengan buruk. Pada akhirnya, kebaikan yang mestinya mendatangkan sukacita dan damai sejahtera, justru berubah menjadi alat demi terpenuhinya tujuan, motif, atau maksud terselubung yang tak jarang "mengangkangi" kebenaran.
Sejatinya, segala yang baik berasal dari Allah (Yak. 1:17), sehingga kebaikan tidak berubah hakikatnya jika dilakukan dengan tujuan yang mulia. Namun, ini berbeda dengan memperalat kebaikan. Memperalat kebaikan adalah menjadikan kebaikan sebagai alat untuk mendatangakan keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri. Tindakan tersebut hanya akan menghasilkan kecurangan, keegoisan, ketidak-benaran, hingga kejahatan. Bacaan Injil hari ini mengungkap kenyataan itu. Bendahara yang tidak jujur memperalat kebaikan demi mengamankan dirinya dan menutup kelalaiannya. Demikian pula kelompok orang kaya dan penguasa pada zaman Amos. Mereka memiliki banyak hal baik dalam hidup mereka, tetapi mereka menggunakannya untuk menindas dan memeras orang miskin, bahkan dengan enteng berbuat curang demi mendapat untung sebanyak-banyaknya.
Dengan konteks tersebut, bacaan leksionari mengajak umat merefleksikan hakikat kebaikan Allah yang diberikan-Nya pada kita. Kebaikan Allah memampukan kita berbuat baik demi tujuan mulia dan benar. Pada akhirnya, umat diajak untuk tidak memperalat kebaikan untuk maksud dan tujuan yang bertolak belakang dari hakikat kebaikan yang berasal dari Allah.
(Disadur dari Buku Dian Penuntun Edisi 40)








