Pohon Ara (Latin Ficus carica; Ibrani: teena, Yunani: sukon/suke) adalah tumbuhan asli di Asia Kecil dan Siria, tingginya bisa mencapai 12 m dan di tanah yang berbatu-batu pun dapat tumbuh subur. Buah ara sudah ada sejak zaman dahulu dan termasuk buah asli Palestina, seperti anggur dan zaitun (mis.Hak 9:7). Pohon-pohon tersebut dihubungkan dalam janji janji Allah tentang kemakmuran dan dalam peringatan-peringatan para nabi (Yer 5:17; Hos 2:13; Yoel 1:7,12; Hab 3:17). Sering pohon ara ditanam bersama pohon anggur (Luk 13:6). Sehingga ada ungkapan berbunyi: ‘berdiam masing-masing di bawah pohon anggur dan pohon aranya’. Maksudnya sebagai lambang kesejahteraan dan kemakmuran yang berlanjut terus (1Raj. 4:25; Mi 4:4; Za 3:10; bnd 2Raj 18:31; Yes 36:16). Dengan demikian Pohon Ara yang berbuah lebat dimaksudkan sebagai peran ayah dan suami yang menghadirkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi keluarganya.
Sejarah bangsa Israel menyatakan seorang ayah harus rajin mengajari anak-anaknya menuruti jalan dan firman Tuhan demi pertumbuhan rohani dan kesejahteraan mereka sendiri. Ayah yang taat kepada perintah-perintah dalam Firman Tuhan akan melakukan hal tersebut. Dalam budaya patriarkat, peranan seorang laki-laki sangat penting di dalam keluarga, di masyarakat, dan juga di bidang keagamaan. Laki-laki menjadi teladan dalam segala aspek kehidupan, sehingga ia perlu menerapkan sikap takut akan Tuhan.
Berdasarkan 1 Tesalonila 2:7-12, ada beberapa dasar yang dapat dipakai sebagai tipe/model seorang ayah yang akan dihargai isteri dan dikagumi anak-anaknya.
1. Memiliki kasih sayang (ayat 8). Laki-laki sebagai suami dan ayah yang penuh pengertian akan memberi rasa aman bagi isteri dan anak-anaknya. Suami yang penuh kasih akan memberikan keakraban, kemesraan bagi isteri sehingga suasana keluarga bisa terpelihara baik serta menghadirkan kedamaian dan ketentraman bagi anak-anaknya. Kesatuan pandangan ayah dan ibu sebagai orang tua menjadi landasan bagi terciptanya suasana keluarga yang sejahtera.
2. Memiliki ketekunan yang tidak egois (ayat 9). Sebagai tokoh utama yang mencari nafkah untuk keluarga merupakan suatu tugas yang tidak ringan. Tanggung jawab itu harus dilaksanakan secara rutin namun dengan ketulusan. Dengan demikian, anak tahu bahwa kewajiban dan tanggung jawab harus dilaksanakan tanpa paksaan. Akhirnya anak memperoleh bahan pemikiran dan pilihan peran manakah yang kelak akan dimainkan.
3. Memiliki kemurnian spiritual (ayat 8,11-12). Seorang laki-laki bertanggung jawab harus mengarahkan, mengajar, mendidik dan membimbing (berjalan bersama) keluarga untuk bertumbuh ke arah Kristus. Seorang Ayah dalam keluarga harus memastikan bahwa keluarga hidup takut akan Allah serta mendoakan dan memimpin keluarganya kepada persekutuan dengan Tuhan secara pribadi, bersama keluarga maupun dengan jemaat.
4. Memberikan pengaruh yang positif (ayat 11-12). Seorang ayah merupakan teladan kebenaran dan kekudusan (iman dan perbuatan, kesetiaan dan ketaatan). Seorang ayah adalah pelindung dan tokoh otoritas dalam keluarga, dengan sikapnya yang tegas dan penuh wibawa menanamkan pada anak sikap-sikap patuh terhadap otoritas, dan disiplin. Disiplin orang tua dalam berbagai aspek akan dicontoh oleh anak sehingga menjadi sikap disiplin pada anak.
Selamat menjadi suami dan atau ayah yang menjadi anugerah Tuhan bagi keluargamu!
Pnt. Adi Cahyono, M.Si (Teol.)








