Sayur asam tidak akan enak bila tanpa asam dan garam. Rasa asam dan asinnya garam membuat sayur asam menjadi segar dan nikmat. Begitu pula kehidupan bila tanpa pencobaan tidak akan nikmat dan menyegarkan.

Sayur asam tidak akan enak bila tanpa asam dan garam. Rasa asam dan asinnya garam membuat sayur asam menjadi segar dan nikmat. Begitu pula kehidupan bila tanpa pencobaan tidak akan nikmat dan menyegarkan.
Dorongan untuk menjadi popular semakin kuat dijaman sekarang. Semakin popular maka semakin hebat, berwibawa. Menjadi popular semakin membawa manusia pada kenyataan yang ironis dimana kepopuleran menjadi standar hidup dan kebahagiaan karena dorongan untuk menjadi popular membawa manusia pada dorongan: ‘Aku yang hebat, aku yang terkuat, Aku satu-satunya penentu.’. Pemahaman ini dengan sadar atau tanpa sadar akan membawa manusia pada kehancuran dirinya sendiri. Kehancuran dalam kesepian, kehampaan dan sia-sia. Manusia menjadi letih karena harus mengejar, meningkatkan dan mempertahankan kepopulerannya. Contohnya saja dengan kenyataan yang dihadapi oleh artis-artis Korea yang banyak mengambil Keputusan untuk bunuh diri dengan alasan depresi atas tuntutan sebagai artis atau tekanan dari para netizen saat mengalami masalah. Popularisme akhirnya membawa manusia pada kehilangan identitas diri, relasi hangat dengan Tuhan dan sesama.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita terbiasa membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan kejahatan. Namun, dalam pengajaran-Nya, Yesus menantang kita untuk hidup lebih dari yang biasa, yaitu melakukan sesuatu yang tidak wajar menurut standar dunia.
Apakah hidup Anda sudah bahagia? Apakah Anda yakin bahwa Tuhan hadir serta menyertai Anda dan hidup Anda saat ini adalah hidup di dalam kehendak-Nya? Yesus datang ke dunia untuk membawa kebahagiaan sejati kepada umat-Nya. Namun, kebahagiaan macam apa yang Yesus berikan?
Di dalam Alkitab ada banyak kisah pemanggilan nabi maupun rasul yang memiliki keragaman latar belakang dan masa lalu. Bisa dipastikan setiap tokoh tersebut memiliki keunikannya masing-masing, dalam hal kekurangan, keterbatasan, maupun masa lalunya yang bisa dikatakan kelam bahkan hina. Namun mereka yang bersedia menjawab panggilan Allah menunjukkan betapa kasih-Nya melampaui semua itu. Seperti kisah pemanggilan Simon Petrus menjadi murid Tuhan Yesus.